bongkar!
Membongkar
‘Dakwah’ Politik
Oleh:
Ziffany Firdinal
Peneliti
Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas
My loyalty
to my party ends where my loyalty to
my country begins
-Loyalitas ke Partaiku berakhir, ketika loyalitas ke
Negaraku dimulai-
Manuel Luis Quez
Rasa miris muncul,
mengenang kembali kata-kata Manuel Luis Quez ketika ia memimpin Negara Persemakmuran
Filipina di tahun 1935, berkaca pada kondisi Negara tercinta ini, seorang
Presiden, kepala negara dan pemerintahan yang seharusnya mampu meninggalkan
loyalitas ke Partai, ketika mengemban tanggung jawab sebagai orang nomor satu
di Negeri ini, melakukan take over kepemimpinan
Partai-nya beberapa waktu silam.
Contoh miris
tersebut juga hadir di daerah, Sumatera Barat, gubernur sebagai kepala daerah
juga tak mampu ‘meninggalkan’ singgasananya sebagai orang Partai! Terlebih,
munculnya hikayat ‘dana siluman’ berwujud Safari Dakwah DPP PKS pada usulan
bantuan sosial disandarkan ke anggaran belanja daerah Tahun 2013, sontak
membuat kaget publik ranah minang.
Urusan
‘dakwah’ partai yang disandarkan ke dalam ‘periuk nasi’ pembangunan daerah
sebesar 1,9 Miliar, membuat pilu hati masyarakat, bagaimana tidak, APBD yang
sejatinya berasal dari pajak rakyat, bahkan ‘dana perimbangan’ dari berbagai
daerah di Indonesia, digunakan untuk membiayai kepentingan politik praktis.
***
Dalam
hikayat ‘dakwah’ partai di Sumbar, cerita ini ditenggarai bermula
pasca-penetapan anggaran di DPRD, hasilnya, kepala biro bina sosial diberikan
sanksi, namun kita harus jujur, akal
sehat masyarakat tidak akan menerima kisruh ini sekedar berhenti pada taraf
hukuman administratif pada tingkat personal tertentu.
Harus ada
penjelasan terang benderang atas penggunaan ‘keringat’ rakyat yang hampir
menyentuh angka 2 Miliar, secara objektif, bisa saja gubernur tidak terlibat secara
‘langsung’, namun orang-orang yang berada dilingkarannya paham betul posisinya
di Partai sebagai anggota dewan syuro PKS, namun juga bisa sebaliknya, karena,
terungkap belakangan, justru gubernur yang mencoba menutupi keberadaan ‘dana
dakwah’ ini.
Secara
gamblang, jika ini dapat dibuktikan, maka klausul korupsi sebagai penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya
diri sendiri atau orang lain telah terpenuhi. Karena secara yuridis, setidaknya
terdapat dua kesalahan besar dalam
pemberian dana ‘dakwah’ yang di alamatkan ke DPP PKS ini, Pertama, ‘haram’ hukumnya dialokasikan untuk kepentingan politis,
dan Kedua, penerima ‘bantuan’
tersebut harus berdomisili di daerah pemerintahan, dua hal ini sudah cukup memicu
para penegak hukum untuk memainkan perannya!
Kepala
daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, serta mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan, kucuran
dana yang hampir mendekati nilai 2 Miliar sulit dipercaya tidak diketahui oleh
gubernur, terlebih, kasus ini mencuat berkat Peraturan Gubernur terhadap
penjabaran anggaran belanja daerah Tahun 2013.
Apabila memakai
persepsi ‘lain’, DPRD Sumbar potensial lebih cepat menyelesaikan polemik ini
dibandingkan melalui penegak hukum hukum di daerah, karena sejarah menorehkan
tinta tentang sukarnya hukum mengungkap kasus yang berada dilingkup kekuasaan,
terlebih di daerah!
Walaupun
secara pribadi saya masih berasumsi sebaliknya, para punggawa penegakan hukum
di ranah minang akan ‘mampu’ merubah torehan sejarah buruk tersebut sebagai
masa lalu, karena Hak Angket sebagai salah satu sarana pengawasan yang dimiliki
oleh ‘wakil rakyat’ di Sumbar telah kandas Kamis lalu.
***
Tidak
mustahil ‘lecutan tangan’ KPK dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan ini,
karena, Pertama, jumlah dana yang
lebih dari 1 Miliar, Kedua, kemungkinan
para pihak yang terlibat, serta Ketiga,
kasus ini sangat menyita perhatian publik.
Tiga klausul
tersebut telah membuka pintu lebar komisi yang memang mengkhususkan diri dalam
pemberantasan korupsi ini masuk ke Sumbar. Selama ini, KPK bagi rakyat sumbar
hanya Komisi Penyuluhan Pemberantasan
Korupsi, akibat belum pernah pemberantasan Korusi oleh lembaga ‘superbody’ ini di Sumatera Barat.
Menjadi
penting untuk menuntaskan permasalahan ini secepatnya, karena ‘dakwah’ politik
yang bersandar ke ‘keringat’ rakyat yang ditujukan untuk pembangunan amat
melukai perasaan masyarakat, terlebih penuntasan kasus ini sampai ke akar
permasalahan akan menjadi ‘pelajaran’ berharga bagi para pimipinan baik lokal
maupun nasional di negeri ini, terhadap kengerian loyalitas terhadap Partai yang
tetap diemban ketika memulai loyalitas untuk Negara!
Komentar
Posting Komentar